Minggu, 24 November 2013

dipenghujung sabtu, selamat pagi Ahad selamat pagi Bandung

Sejak 6 tahun yang lalu tidak pernah absen untuk tidak menulis sebuah kalimat pada diary. Perjalanan sebuah kata itu dimulai ketika hujan di Sabtu sore 10 November 2008 silam.
Tahun lalu, 2012. Perjalanan kata pada 2008 seperti terulang. Menjadi sebuah replika
Hanya ada hening dan hujan. Memori Sabtu sore  tempo 2008 lalu itu menjelma sebagai replica sebuah drama. Langit gelap, hujan lebat sejak pukul 2 siang hingga waktu menunjukan pukul 4. Tak hanya saya yang terdiam oleh hujan. Namun tanah kelahiranmu yang nunjauh dari saya terdiam kala itu juga merasakan hal sama. Berharap ini sebagai sebuah drama, ketika waktu beranjak sejengkal dari angka 4 lantas saya bisa membuka mata dan melihat sekeliling baik-baik saja. Masih mendengar sapaanmu ketika senja datang. “sudah mandi?”
Ternyata itu bukanlah sebuah drama, atau terlebih sebuah mimpi. Melainkan sebuah dongeng hidup yang skripnya langsung ditulis oleh Tuhan.
Dibawah hujan setahun silam, saya hanya coba memposisikan diri ke sebuah masa dimana tertanggal 10 November 2008. Langit gelap, hujan enggan memberi ampun seakan sedang menghukum tawanannya.
Ketika mata perlahan terbuka, replica 2008 lalu seakan benar benar didepan mata. Hanya ada saya. Duduk didepan jendela mengawasi hujan.
6 tahun tanpamu. Pria terbaik dan terhebat di dunia. engkau yang kami panggil Bapak, semoga kau semakin tenang dengan istirahat panjangmu. Kawal kami agar semakin ikhlas untuk melanjutkan persinggahan singkat kami sebelum ahirnya harus menempuh jalan bersamamu. Dipertemukan kembali dalam firdausNya
terimakasih terdalam, untukmu pria tertangguh di dunia yang tidak pernah lelah saya panggil Bapak
Bandung 10 November 2013_