“bogoh mah nomor dua, nu penting mah nyaah—cinta
itu no dua, yang penting sayang” (Calon
Penyewa Rumah:2014)
Kalau
kata ii kalimat tadi diatas biasa saja namun sedikit dalam.
Mau
ngedongeng nih ceritanya malam ini, tapi bingung mau mulai dari mana. Intinya
tentang calon penyewa rumah yang blak-blakan menceritakan kisah hidupnya sama
Mamah-Bapa padahal baru pertama kali bertemu.
Tadi
pagi sekitar jam setengah 12an ada tamu keketrok pager kerumah, kondisi ii
habis bangun tertidur dan lagi ngoprek hape yang lagi eror. Pas dilihat
orangnya keluar sudah sedikit malas ngeladeninnya (ii lihat dari gaya
berpakaian), pasti tidak lain dan bukan dia mau nyariin Bapa dan bakal seharian
ngobrolin Capres terus ngahasut Bapa buat ikutan parpol bla.. bli.. blu..,
soalnya tadi pagi-pagi ada tamu juga, kebayang dari jam 9 dan baru pulang jam
11 barusan Cuma buat ngedongeng capres dan parpol yang ujung-ujungnya pengen
ikut tim sukses kampanye wilayaha Bandung selatan dari salah satu capres,
helllloooooowww emang babeh gue dukun?! Pengen yang begituan kudu dateng
kerumah pagi-pagi segala, jadi ngahambat aktifitas orang tau!!! Oke maaf itu
sedikit curhat, kita kembali lagi ke si tamu. Karena sudah malas duluan, jadi
ii ladenin dari balik pintu tanpa membukakan pagar soalnya gada orang juga
dirumah.
Jujur
dari dalam hati, untuk masalah tampang itu haduh susah dijelaskan dengan
kata-kata banget, entahlah menjadi sedikit ingin ngomong waah pas melihat
beliau itu, tapi gatau dari sisi mananya (nanti juga tau sendiri). Menurut
prediksi ii, usia dia ga jauh-jauh dari ii. Ya sekitaran 27 atau mungkin
sepantaran lah dengan A Cucu lah. Ya simple aja karena ii juga ga tau Bapa lagi
pergi kemana, jadi ii jawab sekenanya aja, Bapa lagi ke Soreang (da biasanya
emang heeh), mamah lagi kerja, kalau ada perlu penting datang nanti lagi aja
sehabis maghrib. Intinya biar ga lama basa-basinya biar cepat pulang. Dia juga
sepertinya fahaam dan dia langsung pamit pulang, bahasa Sundanya lemes banget
dan emang sebelumnya dia memperkenalkan diri orang asli Andir jadi wajar saja
bahasa yang digunakan juga sopan. Dari cara dia bertanya dan memperkenalka
diri, ii dengan sotoy nebak kalo dia itu orang marketing, atau setidaknya dia
itu terbiasa berbicara didepan umum. Bukannya sok tau lagi ya, gaya
berbicaranya itu seperti terlatih dan bertekhnik.
Tanpa
dipikirkan lagi, sehabis maghrib ii diem dikamar dan ngaji dilama-lamain sambil
nunggu Isya. Ga lama, ada suara tamu memberi salam. Ada Bapa diluar jadi ii ga
harus keluar juga, ternyata yang datang adalah tamu yang tadi siang.
Seperti
tadi ketika pertama bertemu ii, dengan bahasa sunda lemes bliau memperkenalkan
diri bahkan sampai asal-usul dari mana ia mendapatkan rekomendasi untuk
mengontrak rumah orangtua ii itu dan perjalanan menemukan alamat ini tadi siang
dan barusan diceritakan detail. Gatau darimana awalnya ahirnya Bapa ii
bercerita kepada calon penyewa itu tentang penyewa-penyewa sebelumnya yang
memang tidak ada yang “bener” satupun, dari yang bermodus kemalingan hanya
untuk ingin memiliki gagang pintu dan beberapa besi yang laku dijual sampai
yang terahir harus mendekam di jeruji polsek karena kasus penggelapan uang.
Sekali lagi, ii memuji calon penyewa
rumah baru itu. Mungkin karena bliau peka jadi beliau juga faham. Maksud bapa
ii hanya untuk berjaga-jaga agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Tapi
jawaban bliau adalah “baiklah, karena Bapa juga sudah terang-terangan maka saya
juga akan terang-terangan” (tentunya dengan menggunakan bahasa Sunda lemes).
Dari sini bliau mulai bercerita tentang kehidupannya.
Bliau
itu seorang duda sejak tahun 2011 setelah 9 tahun berumah tangga. Sejak saat
ini ii udah ga fokus ngajinya, tapi masih di dalam kamar karena ga mungkin
keluar dan main zuma. Aseli ga minat sama sekali buat nguping, tapi karena
ruang tamu dan kamar ii padeket jadi mau-gamau pasti kedengeran. Cewe yang
sekarang bliau bawa ini adalah calon istrinya yang baru seminggu bertemu dan
minggu depan hendak melangsungkan pernikahan, ii gatau kaya apa rupa cewenya
soalnya ii dikamar. Tadinya setelah gagal membina rumah tangga dengan mantan
istrinya, bliau tidak akan menikah lagi tapi karena desakan Ibunya akhirnya
bliau mau juga menikah. Usia beliau sekarang 37 tahun (tuh kan tebakan ii ga
beda jauh) tapi beliau sedikit terlihat lebih muda dengan janggot tipis yang
dimilikinya sedangkan calon istrinya itu berusia 19 tahun sekarang. Ii yang di
dalam kamar asli kaget. Bliau menjelasnkan “Ya terserah dia (cewe itu) mau
menganggap saya apa, apakah ayahnya, kawannya, atau kabogohnya. Bagi saya cinta
itu no 2, yang terpenting adalah rasa sayang. Karena saya memulai berumah
tangga niatnya hanya ibadah”. Beuuuuuhhh
jero ,
Tema
obrolanya berubah, jadi masalah keluarga. Karena Bapa juga ternyata kenal
dengan bberapa keluarga dan tetangga-tetangga beliau saat ini.
“Saya mah pondok jodo, panjang baraya—saya
ini tidak lama dalam berjodoh tapi, persaudaraan saya panjang. Setelah nyambung
dalam jodoh, bliau bercerita kembali bahwa meskipun bliau sudah tidak berjodoh
dengan mantannya tapi bliau masih menjalin silaturahmi dengan keluarga-keluarga
mantannya itu. Karena selain mantan istrinya itu bertetangga dengannya juga
melainkan dulu ketika bliau memulai kehidupan berumah tangga dengan mantannya
itu berdasarkan dengan rasa kasih sayang. Beliau bercerita juga kalo beliau itu
hobby berorganisasi juga, bahkan dulu saat pertamakali bobogohan dengan mantannya juga berawal dari sebuah
organisasi, bliau menjadi ketua dan mantanya itu sebagai skretaris. Aaaaaaghhh
cerita klasik banget dalam oraganisasi :p.
Saluuutnya
ii sama bliau itu, bliau tidak canggung berbicara masalah mantan dihadapan
calonnya seakan-akan hal biasa dan bisa menahan emosi di dalam bercerita agar
menjaga kehormatan mantannya, karena memang awal mereka berpisaha adalah
berawal dari matannya tersebut yang sedikit banyak berubah setelah pengangkatan
pegawai negeri dll. Memang bagi sebagian orang membicarakan mantan di hadapan pasangan adalah
hal biasa, tapi terkadang akan menjadi sebuah pemicu pertengkaran bagi sebagian
kaum ABG seperti calonnya bliau—yang ii lupa eh bahkan tidak tahu namanya :D
Beliau
juga cerita, bahwa ayahnya itu seoranng pemuka ormas NU, pamannya menjadi tetua
PERSIS di Pameungpeuk Banjaran (yang memang daerah itu adl massanya PERSIS),
terus pamannya yang ada di Bekasi adalah ketua Muhammadiyah. Dia sendiri adalah
aktifis di sebuah masjid di dekat tempat tinggalnya sekarang (yang setau ii
disitu basisnya PKS), “jadi kalau ditanya, saya ini berasal dari (maaf jika
salah) Ormas Tarekat atau Sarekat, suatu organisasi di bawah naungan NU. Tapi
dalam menjalankan syariat ibadah saya menggunakan pemahaman Muhammadiyah
seperti paman saya di Bekasi”, jelas beliau. Ii ngebatin, Ya Gusti ini orang
fulgar banget blak-blakan sama orang yang baru dikenalnya. Memang sih itu tidak
salah tapi menurut ii jadi terkesan sok kenal sok dekat banget, eh tapi gaboleh
suudzon juga ketang ehehee...
Ahirnya
mamah ngasih juga itu rumah dengan entah berapa deal harganya yang ii tidak
tau.
Entahlah
Cuma mendengar obrolan bliau dengan kedua orang tua ii kesan ii ke bliau itu
plus plus. Ii suka cara berbicaranya, terstruktur dan sopan pada siapapun.
Beberapa teman Bapa atau Ari yang tidak tahu pasti akan bilang “tadi saya sudah
kesini, tapi Bapa tidak ada. Tadi ketemu sama si ‘teteh’ “. Atau kalau tidak
“saya tadi sudah meninggalkan pesan sama si ‘teteh’ “, sebenernya ii paling ga
suka kalau ada tamu seperti itu, sebutan teteh disini itu mereka menganggap ii
seperti babu penunggu rumah. Itu teh tiap-tiap loh kalo ada tamu datang ke
rumah atau sekedar nelpon, sekacau itukah saya heuh?!
Tapi
calon penyewa rumah tadi tidak, seakan-akan langsung tau bahwa saya ini adalah
anaknya meskipun tadi pas pertama ketemu kondisi saya sedang berantakan bangun
dari tertidur dan lagi ngoprek-ngoprek hape. Terahir sebelum pulang juga beliau
mengundurkan diri dan pamitan sama kedua orangtua ii dengan cara yang baik
pula, nanyain ii juga lohhh... kata si mamah “oh iya ada...” trus kata beliau
“ooo lagi di dalam ya..” hahaha ya ea lahhh
Ga
penting banget sebenernya cerita itu, tapi ada 2 pelajaran hidup yang dapat ii
ambil hikmahnya.
1.
Bahwa didalam berumah tangga itu cinta bukan
segalanya dan siapa yang hendak kita nikahi itu siapapun asal baik akhlaqnya
dan dilandasi dengan rasa kasih sayang yang bertujuan untuk ibadah karena
Alloh. Ya Alloh, seandainya Mamah sama Bapa menyadari hal tersebut
2.
Ketika dalam berumahtangga hal yang pertama diusung
adalah ibdah serta kasih sayang maka akan bermuara kepada keikhlasan. Ikhlas
apapun keputusan Alloh kelak, jika Alloh berkehendak dia bukan jodoh kita maka
kita tidak akan pernah menjadi seorang yang kufur. Gagal berumah tangga dengan
anaknya bukan berarti harus putus silaturahmi pula dengan orangtuanya atau
keluarganya yang lain. Bagi ii sendiri—yang naudzubillah jangan sampai
mengalaminya adalah suatu hal yang berat, ketika harus melepas seseorang yang
kita kasihi dan harus tetap tegar di hadapan anak serta mertua dan keluarga
yang lainnya. Hahaha mungkin ii yang terlalu rapuh...
Setelah
beliau meninggalkan rumah, Mmah sama Bapa memuji-muji beliau. Yang cakep lah,
Sholeh lah, pinter lah dan bla.. blaa.. blaa
“Mamah,
Bapa, ii juga punya seseorang seperti beliau. Bahkan menurut ii dia lebih dan
lebih baik lagi dari beliau untuk dapat ii kenalkan kepada kalian. Tapi ii
tidak mungkin memintanya, karena anakmu ini seorang wanita...”
wonderfull pict by @emilysoto
wonderfull pict by @emilysoto