Senin, 1
September 2014. di ruang kelas 3 A
Sebagian
siswa berada dikelas untuk makan siang, beberapa masih sibuk menyalin pelajaran
yang ada di papan tulis dan sebagian yang lain berada di masjid untuk sholat
dzuhur berjamaah.
Saya
dan bu Feni berada di kelas. Sementara
bu Feni menuliskan note di buku penghubung siswa, saya membuka-buka buku
pelajaran sambil mengawasi Indah makan siang.
Oya,
Indah itu siswa baru bagi saya tepatnya saya guru baru bagi Indah. Indah siswi
kelas 3 di SD Islam Baitul Hikmah. Secara fisik Indah mengalami Low Vision,
sisanya dia di judge mentaly retarded. Baitul Hikmah secara pribadi tidak
mengikrarkan diri sebagai sekolah Inklusi, tapi ada beberapa siswanya yang
memang berkebutuhan khusus.
Indah anak
yang ceria, energik dan supel. Sangat berbeda dengan saya yang memang susah
bergaul.
Karena saat
itu waktu istirahat, maka siswapun duduk dengan seenaknya (tidak pada bangkunya
masing2).
Indah duduk
di bangku Habib yang berada tepat di depan meja bu Feni karena tempat duduk
Indah ditempati oleh kawannya yang masih menyalin tulisan di papan tulis.
Tetiba
Habib tiba datang dengan terburu-buru setelah sholat dzuhur di Masjid hendak
menyimpan sesuatu di tasnya. Habib mengusir Indah yang sedang menghabiskan
makan siangnya
“Indah!!!
Awas-awas jangan duduk disini!” nada bicaranya sangat keras
Indah
polos menatap wajah Habib. Saya membantu Indah untuk memindahkan piringnya ke
bangku yang lain, lalu Bu Feni menyuruh siswa yang duduk di bangku Indah untuk
berpindah.
Saya membantu
Indah duduk di tempat duduknya. Saat Indah sudah duduk pada tempat duduknya,
Habib kembali berteriak
“Indah!!
Gantian kursinya. Aku pengen ganti kursinya”
“ Kenapa
mau gantian? Indah kan sudah duduk di bangkunya” saya membantu Indah menjawab
“ ga mau
pakai korsi ini! Bekas di duduki sama Indah!” jawab Habib
Saya
menatap sejenak ke arah bu Feni.
“Indah! Ayo
cepat semua korsi di duduki ayo Indah!” Segera dengan keras bu Feni menyuruh
Indah. Habib berlalu tanpa komentar.
Mungkin maksud
bu Feni adalah agar Habib tidak dapat menukarnya dengan kursi manapun. Bahwa indah
pun sama dengan yang lainnya.
Selama seharian itu, saya selalu mendampingi
kemanapun Indah pergi. Selain untuk keperluan asesmen, saya hanya ingin
mengenal lebih jauh tentang Indah dan bagaimana kemampuan dia berinteraksi dan
bersosialisasi. Seperti tadi saya katakan, Indah anak yang supel dia suka
bermain dengan siapapun dan care pada siapapun termasuk saya yang dalam
hidupnya adalah orang baru. Justru yang saya lihat penerimaan atas hadirnya
Indah yang sangat berbeda. Seperti halnya sikap Habib begitu juga teman-teman
Indah yang lainnya. Tidak semua dapat menerima kehadiran Indah. Selama seharian
tadi saya hanya melihat Indah bermain dengan satu orang saja yang saya lupa
tidak bertanya namaya.
Iya itu suatu hal wajar yang terjadi
didalam sebuah sekolah inklusi dimana posisi Anak Berkebutuhan Khusus disitu
menjadi kaum minoritas yang memang wajib diperjuangkan oleh siapapun agar
mereka mendapatkan hak semestinya. Ini bukan kali pertama saya mengalami hal
demikian, pada kasus Indah kali ini saya tidak belum dapat berbuat banyak
dengan status saya.
Beberapa orang tua siswa pun sedemikian
halnya, mereka menerima keadaan Indah bukan pada sepenuhnya permakluman
melainkan iba padahal untuk Indah pribadi dia buakan tipikal anak yang selalu
ingin dikasihani dengan keadannya itu. Dia ingin melakukan semua hal yang orang
lakukan sendiri tanpa bantuan orang lain karena keterbatasannya tersebut.
Inilah sekolah inklusi, sekolah yang
memang bukan lagi sebuah tembok pembatas bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Bahkan pada
dasarnya kita pun memiliki kebutuhan khusus. Tantangan di sekolah Inklusi bukan
terletak pada anak tersebut untuk dapat menyesuaikan diri sendiri terhadap
lingkungannya, melainkan ujian untuk sang guru untuk dapat meyakinkan semua
elemen yang terdapat dalam sekolah tersebut bahwa anak berkebutuhan khusus juga
layak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dan mendapatkan layanan pendidikan
seperti halnya warga negara lain.
Saat jam sekolah usai, saya sungguh
sangat beruntung karena dapat bertemu dengan mamah Indah yang kata bu Feni
beliau itu wanita karir yang memang super sibuk.
“ah saya
juga sudah pasrah bu dengan keadaan Indah. Ya saya mah mau gimana lagi selain
menerimakan keadaan dia, da mau diapakan lagi” kata mamah Indah
Rasa-rasanya
saya sudah tidak asing mendengar rangkaian kalimat tersebut. Kepasrahan orang
tua anak berkebutuhan khusus terhadap kondisi anaknya. Iyah.. orang tua mana
yang ingin dikarunia buah hati spesial seperti itu.
Entahlah,
bukan berpasrah pada kenyataan. Namun saya pun masih belum tahu bagaimana esok
memulai hari dengan Indah dengan segala keistimewaannya tersebut. Sebab, untuk
mencintai Indah tidaklah membutuhkan waktu yang lama.
Semoga
kau dapat menjadi kawan bu ii yaa nak