Senin, 23 Mei 2011

Ragil Galih Briliani-Sri Agus Supriani (1994-2009)

Bagiku sangat susah ketika aku harus dihadapkan pada keadaan dimana aku harus menggambarkan sosok seorang sahabat. Susah memilih kata yang tepat, susah juga mengungkapkan isi hati, karena memang sahabat bukan untuk digambarkan kehadirannya namun untuk dirasakan kehadirannya. Menukil kata-kata orang yang fanatic terhadap sahabat, “ sahabat itu orang dimana kita dapat berbagi dengannya, berbagi suka dan duka. Tempat kita sharing, tempat kita ngeluh, tempat kita ngutang duit, dan bla.bla..blaaa..”
Tapi tidak denganku, kenapa aku susah untuk menggambarkan sesosok sahabat? Jawabannya karena aku tidak memiliki sahabat, <untuk saat ini>.
(Galih-ii, 1994-2006)Dulu sekali ketika masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak, pernah saya memiliki sahabat. Yang bagi saya ketika mengenang saat itu sungguh indah sekali dan terlalu sakit untuk dilupakan, dari sahabat itulah saya yang saat itu tinggal dirantau jauh dengan orang tua karenanya jadi memiliki orangtua angkat. Kemanapun kita selalu bersama, disekolah duduk selalu 1 meja, dari sepatu hingga ikat rambut juga sama. Tak ada yang berbeda dari kita, seakan kita kakak beradik yang terlahir satu ibu. Sepulang sekolah kita tak pernah pulang kerumah masing-masing, yang ada rumahku adalah rumahnya, dan rumahnya adalah rumahku, kita menghabiskan hari bersama hingga senja  datang dan kebersamaan kita berahir setelah mengaji bersama dimasjid ketika malam mulai datang. Bagitu aktifitas harian kita berdua tak luput satu haripun, ada saja yang dilakukan untuk mewarnai hari kita bersama. Dari main boneka hingga main tanah liat disamping rumahnya.
Ketika masuk sekolah dasar kebiasaan-kebiasaan tadi mulai sedikit berkurang, karena kita berbeda sekolah, namun rasa memiliki dan kebersamaan yang telah ada masih begitu kuat. Kita masih saling mengunjungi ketika sore hari sepulang sekolah dan siap untuk menjadi pendengar setia semua kejadian disekolah masing-masing, hingga menjelang ujian nasional SD intensitas kita bertemu mulai jarang karena disibukkan oleh les disekolah masing-masing.
Dan  kita dipersatukan lagi ketika duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama, topic pembicaraan kita dari pagi hingga senja sudah mulai berubah. Ketika dulu kita sangat hobi bermain boneka panda sekarang ketika kita ngumpul yang dibicarakan adalah guru matematik yang killer, guru fisika yang tukang palak dan kakak-kakak tingkat yang banyak menyukainya.  Kita juga tak kalah dengan anak-anak lain, berbagai ekstrakurikuler kami ikuti. Dari sinilah intensitas kita untuk meluangkan waktu satu sama lain mulai berkurang karena waktu kita yang sedikit tersita oleh ekstrakurikuler masing-masing. Menyadari kebersamaan kita mulai rentang, kita meluangkan sedikit waktu untuk tetap bermain bersama. Dapat dikatakan kita tak terlalu lama saling berjauhan, tapi telah banyak perbedaan diantara kita. Dalam diri kita mulai terpatri gaya hidup dan prinsip berbeda yang masing-masing diantara kami kurang sreg jika disatukan lagi. Sejak mulai kelas 2 SMP, kita benar-benar menjalani prinsip hidup kami masing-masing. Kita hanya sekedar ber say hai lewat pembatas kelas kita atau berbagi cerita di kantin yang hanya 10 menit saja. Aku terlalu jauh mengetahui informasi tentang dirinya begitu pula sebaliknya.
Kita benar-benar kehilangan kontak ketika kita di SMA, untuk mengetahiu kabar masing-masing kita hanya saling bertitip salam ataupun ber say hai ketika pagi-pagi berangkat sekolah.
Sekarang dia kuliah di Tekhnik Sipil di Purwokerto, dan saya di Pendidikan Luar Biasa di Bandung. Dulu ketika saya pulang ke Bandung dan meninggalkan kota kenangan kami, belum sempat saya berpamitan dengannya ataupun keluarganya. Foto-foto masa kecil ketika bersama dulu juga tak terbawa. Sekarangpun komunikasi dengannya hanya lewat komen-komen dan pesan di facebook.
Jadi teringat dulu sekali kau pernah bercerita padaku ingin bertandang kerumahku, dan sekarang pintu rumahku sealu terbuka lebar untuk kedatanganmu, sahabat masa kecilku….
Semoga kau tak melupakan begitu saja persahabatan yang kita bina di Kotamu yang hampir separuh usiaku ini. ( Ragil Galih Briliani^Sri Agus Supriani, 1994-2009)